Pendahuluan
Pemeriksaan konsentrasi tinja/feses telah menjadi prosedur rutin sebagai bagian dari pemeriksaan telur dan parasit lengkap, karena memungkinkan deteksi sejumlah kecil parasit yang mungkin terlewatkan jika menggunakan pemeriksaan feses seacara langsung. Prosedur konsentrasi ada dua jenis yaitu flotasi dan sedimentasi, keduanya dirancang untuk memisahkan parasit protozoa, telur cacing dan larva cacing dari kotoran feses dengan teknik sentrifugasi untuk sedimentasi dan atau perbedaan berat jenis untuk flotasi.
Prinsip pemeriksaan dengan sentrifugasi mengarah pada pemulihan semua kista dan ookista protozoa, telur cacing, dan larva cacing yang ada. Namun, preparasi mengandung lebih banyak debris (kotoran pada sampel yang menggangu) dari pada prosedur flotasi. Maka dari itu digunakan etil asetat sebagai ekstraktor debris dan lemak dari feses dan meninggalkan parasit di dasar suspensi. Konsentrasi dengan sedimentasi formalin-etil asetat direkomendasikan sebagai yang paling mudah untuk dilakukan dan paling sedikit mengalami kesalahan teknis, memungkinkan pemulihan berbagai jenis parasit pada sampel feses.
Pemeriksaan ini menggunakan sampel atau spesimen feses segar atau yang telah diawetkan (pengawet menggunakan 5% atau 10% buffered atau nonbuffered formalin atau sodium acetate-acetic acid-formalin (SAF)). Sampel yang diawetkan dengan Polyvinyl alcohol (PVA) juga dapat digunakan, seperti halnya sampel yang diawetkan dalam fiksatif universal (zinc-based, proprietary formulas).
Untuk melakukan pemeriksaan ini kita harus mempersipan reagen yang akan digunakan. Persiapan reagen yang diperlukan adalah Ethyl acetate, Formalin (5 atau 10% buffered atau nonbuffered atau SAF), 0.85% NaCl dan D’Antoni’s atau Lugol’s iodine. Berikut adalah pembuatan reagen yang dibutuhkan dalam pemeriksaan sampel feses metode sedimentasi Formalin-Ethyl Acetat.
Pembuatan 5% atau 10% Formalin
Formalin adalah fiksatif serba guna yang sesuai untuk telur cacing dan larva serta kista protozoa. Dua konsentrasi yang umum digunakan: 5% yang direkomendasikan untuk pengawetan kista protozoa, dan 10%, yang direkomendasikan untuk telur dan larva cacing. Sebagian besar produsen komersial menyediakan 10%, yang kemungkinan besar akan merusak semua telur cacing. Untuk membantu mempertahankan morfologi parasit, formalin dapat disangga dengan buffer natrium fosfat, yaitu formalin netral.
1. 10% Formalin
Mengambil larutan dalam gelas ukur sebanyak yang diperlukan,
- Formaldehida (USP): 100 ml untuk 10% atau 50 ml untuk 5%
Formaldehida biasanya dibeli sebagai larutan HCHO, 37% hingga 40%; namun, untuk pengenceran, harus dianggap 100%.
- 0,85% NaCl (NaCl fisiologis/salin): 900 ml untuk 10% atau 950 ml untuk 5%
Encerkan 100 ml formaldehida dengan 900 ml larutan NaCl 0,85%. (Air suling dapat digunakan sebagai pengganti larutan NaCl.)
2. Buffer
Jika menggunakan buffered formalin, maka harus menggunakan reagen berikut ini,
Na2HPO4 : 6.10 g
NaH2PO4 : 0,15 g
Campur keduanya secara menyeluruh, dan simpan campuran kering dalam botol tertutup rapat. Siapkan 1 liter formalin 10% atau 5%, dan tambahkan 0,8 g campuran garam penyangga atau buffer.
Keuntungan memakai pegawet 5% atau 10% buffered atau nonbuffered yaitu sebagai pengawet rutin yang baik untuk kista protozoa dan telur dan larva cacing. Bahan dapat disimpan selama beberapa tahun. Dapat digunakan untuk teknik konsentrasi (teknik sedimentasi). Umur simpan yang lama dan tersedia secara komersial dan jika menggunakan Formalin menggunakan buffer (disangga dengan natrium fosfat) membantu mempertahankan morfologi parasit dengan penyimpanan yang lama. Sedangkan kerugiannya pengawet tidak bisa digunakan untuk apusan noda permanen.
Prosedur
Persipan alat untuk pemeriksaan sampel feses metode sedimentasi formalin-etil asetat : Corong Kasa Tabung sentrifus (15 ml atau lebih) Aplikator tongkat Objeck glass/slide kaca (1 x 3 inci atau lebih besar) Deck glass/Coverslips (22 kali 22 mm; no. 1 atau lebih besar) Pipet kaca atau plastik sekali pakai Centrifuge (model meja atau lantai),dan Mikroskop Langkah kerja
Kenakan sarung tangan saat melakukan prosedur ini. Mengambil sampel setengah sendok teh sekitar 4 g tinja/feses segar ke dalam 10 ml formalin 10% (beberapa literatur ada yang hanya membutuhkan 0,5-1 g kedalam 7 ml formalin 10%) dalam tabung reaksi yang mempunyai tutup (wadah dapat dimodifikasi sesuai dengan preferensi laboratorium individu). Campur tinja dan formalin secara menyeluruh. Biarkan campuran berdiri minimal 30 menit untuk fiksasi. Jika spesimen sudah dalam 5% atau 10% formalin (atau SAF atau salah satu fiksatif sistem pengumpulan vial tunggal lain yang tersedia), aduk kembali campurankan sampel feses dengan fiksatifnya.
Langkah ini adalah langkah pencucian tergantung pada jumlah dan viskositas spesimen. Saring sejumlah sampel yang cukup untuk pemeriksaan melalui kain kasa basah ke dalam tabung sentrifus 15 ml berbentuk kerucut untuk memberikan jumlah sedimen yang diinginkan (0,5 hingga 1 ml). Biasanya, 8 ml campuran feses-formalin sudah cukup. Jika spesimen dalam botol pengawet, maka kira-kira 3 sampai 4 ml akan cukup kecuali ada sedikit tinja di dalam botol.
*Tambahkan 0,85% NaCl sampai hampir penuh (hampir di bagian atas tabung), dan sentrifus selama 10 menit pada 500 g. Jumlah sedimen yang diperoleh harus sekitar 0,5 hingga 1 ml. Tuang cairan supernatan, dan suspensi kembali sedimen dalam saline. Tambahkan saline hampir penuh, dan sentrifus lagi selama 10 menit pada 500 g. Pencucian kedua ini dapat dihilangkan jika cairan supernatan setelah pencucian pertama berwarna cokelat muda atau bening.
*Tuang cairan supernatan, dan suspensikan kembali sedimen di dasar tabung dalam formalin 10%. Isi tabung setengah penuh saja. Jika jumlah endapan yang tertinggal di dasar tabung sangat sedikit atau jika sampel asli mengandung banyak lendir, jangan menambahkan etil asetat, cukup tambahkan formalin, putar, tuang, dan periksa endapan yang tersisa. Tambahkan 4-5 ml etil asetat, sumbat tabung, dan kocok kuat-kuat selama minimal 30 detik, berikan tekanan pada stopper secara menyeluruh. Pegang tabung sehingga sumbat diarahkan menjauh dari wajah. Biarkan selama 15 hingga 30 detik, kemudian lepaskan sumbat dengan hati-hati.
Pada langkah yang terdapat tanda *, bisa dilewati dengan melanjutkan langkah berikut ini, setelah penyaringan pindahkan filtrat ke dalam tabung reaksi besar. Tambahkan 3 mi eter atau etil asetat, kemudian sumbat/tutup tabung dan kocok hingga isinya tercampur merata.
Sentrifus selama 10 menit pada 500 g atau 2000 g selama 1 menit. Setelah di sentrifus maka akan terjadi empat lapisan, yaitu: sedimen (mengandung parasit) di dasar tabung, lapisan formalin, sumbat kotoran feses di atas lapisan formalin, dan lapisan etil asetat di bagian atas. Tuang semua cairan supernatan (seperti menuang supernatan pembuatan sedimen urin). Setelah penuangan, satu atau dua tetes cairan yang tersisa di sisi tabung dapat mengalir ke sedimen, campur cairan tersebut dengan sedimen.
Jika sedimen masih agak padat, tambahkan satu atau dua tetes saline ke sedimen, campur, dan tambahkan sedikit/secukupnya sedimen ke slide, dan tutup dengan deck glass, kemudian periksa di mikroskop (sebelum di tutup deck glass bisa juga ditambahkan pewarna iodine lugol). Gunakan lenda objektif 10x periksa seluruh area harus diperiksa. Jika melihat sesuatu yang mencurigakan, gunakan lensa 40x untuk melihat secara lebih detail. Setidaknya sepertiga kaca penutup harus diperiksa dengan objektif 40x, meskipun tidak ada yang mencurigakan.
Hasil Trofozoit dan/atau kista serta telur dan larva cacing dapat ditemukan dan diidentifikasi. Untukstadium Trofozoit pada protozoa cenderung tidak terlihat atau ditemukan.
Mungkin tidak dapat mengidentifikasi kista protozoa ke tingkat spesies karena tergantung pada kejelasan morfologi, contoh (laporan positif): ditemukan Kista Giardia lamblia. Selain itu dapat mengidentifikasi telur dan/atau larva cacing, contoh: Ditemukan telur Trichuris trichiura. Mungkin juga akan melihat artefak dan/atau struktur lainnya, contoh: Beberapa kristal Charcot-Leyden, Moderate PMNs dll.
Catatan
Air keran dapat menggantikan 0,85% NaCl dalam prosedur tersebut, meskipun penambahan air ke tinja segar akan menyebabkan Blastocystis spp. bentuk kista pecah. Selain digunakan sebagai fiksasi, formalin 10% juga bisa digunakan untuk semua pembilasan dalam prosedur tersebut.
Etil asetat direkomendasikan sebagai pengganti eter karena jauh lebih aman. Jika prosedur tersebut menggunakan eter harus dilakukan dalam suatu biological safety cabinet.
Jika sampel menggunakan pengawet di SAF atau PVA atau salah satu fiksatif sistem pengumpulan vial tunggal lain maka tidak usah ditmbahkan formalin 10% atau memodifikasi dua langkah pertama dari prosedur tersebut, sebagai berikut: Segera setelah mengaduk campuran fiksatif tinja dengan aplikator, tuangkan kira-kira setengah dari campuran ke dalam tabung (wadah opsional) dan tambahkan 0,85% saline hampir penuh.
Keterbatasan
Hasil yang diperoleh dengan apusan basah biasanya harus dikonfirmasi dengan apusan permanen. Beberapa protozoa berukuran sangat kecil dan sulit untuk diidentifikasi sampai tingkat spesies jika hanya dengan apusan basah saja. Konfirmasi sangat penting dalam kasus Entamoeba histolytica/E. dispar versus Entamoeba coli. Parasit tertentu, seperti kista Giardia, telur cacing tambang, dan kadang-kadang telur Trichuris, mungkin tidak terkonsentrasi dengan baik dari spesimen yang diawetkan PVA tidak seperti sampel yang diawetkan dalam formalin. Namun, jika terdapat cukup kista Giardia yang dikonsentrat dari formalin, maka PVA harus mengandung cukup banyak untuk dideteksi pada apusan yang diwarnai permanen. Pada infeksi yang penting secara klinis, jumlah telur cacing yang ada akan memastikan deteksi terlepas dari jenis pengawet yang digunakan. Juga, morfologi larva Strongyloides stercoralis tidak begitu jelas dari PVA tidak seperti dari sampel yang difiksasi dalam formalin. Belum diketahui untuk ookista Cystoisospora (Isospora) yang terkonsentrasi dari sampel yang diawetkan PVA secara rutin tidak ada dalam sedimen konsentrat.
Ilustrasi
Pustaka
- Amy L. Leber, 2016, Clinical Microbiology Procedures Handbook, 4th edition, American Society for Microbiology.
- Alih Bahasa: Chairlan dan Estu L., 2004, Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan, Edisi Dua, Penerbit Buku Kedokteran EOC (Diterbitkan oleh World Health Organization pada 2003, Dengan judul Manual of Basic Techniques for A Health Laboratory, Second Edition, WHO).
- World Health Organization, 2003, Manual of Basic Techniques for A Health Laboratory, Second Edition, WHO.
- World Health Organization, 2019, Bench Aids For The Diagnosis of Intestinal Parasites, Second Edition, WHO, Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IGO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar