setting
Font Type: Arial Georgia Verdana
Font Size: Aa Aa Aa
Line Spacing:
Background:

Syarat Desain Primer Polymerase Chain Reaction (PCR) yang Baik

Primer disebut juga oligonukleotida atau oligos merupakan asam nukleat beruntai tunggal pendek yang digunakan dalam teknik laboratorium tertentu misalnya inisiasi sintesis Deoxyribonucleic acid (DNA) dalam reaksi polymerase chain reaction (PCR). Dalam metode PCR, sepasang primer berhibridisasi dengan DNA sampel dan menentukan wilayah yang akan diamplifikasi, menghasilkan jutaan salinan dalam jangka waktu yang sangat singkat. Primer juga digunakan dalam DNA sequencing dan proses eksperimental lainnya.

Bagaimana syarat primer PCR yang baik?

Primer PCR harus disesuaikan dengan wilayah template DNA yang diminati dan juga kondisi reaksinya. Tidak seperti komponen master mix PCR lainnya, unutk mendapatkan primer tidak dapat membelinya begitu saja, tetapi perlu mendesainnya sendiri menggunakan alat desain primer. Berikut tools desain primer yang umum digunakan:

  • Primer-BLAST dari US National Center for Biotechnology Information
  • Primer3Plus dari Bioinformatics Group of Wageningen University
  • PrimerQuestTM dari Integrated DNA Technologies

Tools diatas memungkinkan untuk mengatur parameter seperti panjang primer, melting temperature (Tm) atau suhu leleh, GC content, dan lainnya. Penting untuk mengetahui nilai optimal untuk masing-masing parameter ini, dan bagaimana pengaruhnya terhadap pengujian PCR.

Panjang primer
Panjang optimal primer PCR terletak antara 18-30 base pair (bp). Primer yang lebih lama kurang efisien selama langkah annealing, karena akan menghasilkan jumlah produk PCR yang lebih rendah. Sebaliknya, primer yang lebih pendek mengakibatkan kurang spesifik selama fase annealing, yang akan menyebabkan pengikatan dan amplifikasi yang lebih tidak spesifik. Spesifisitas selain tergantung pada panjang primer, suhu annealing juga berpengaruh. Dalam pemakaian untuk penelitian ThermoFiser menyarankan dengan semakin pendek primernya, semakin efisien mereka akan mengikat atau annealing ke target. Mungkin saran tersebut pengecualian dalam aturan panjang pendek primer. Misalnya, metode yang menggunakan miniprimer dengan panjang 10 bp, yang bertujuan untuk memperluas cakupan urutan yang dapat dideteksi dalam pengujian ekologi mikroba.

Panjang target sequence
Target sequence yang akan diamplifikasi idealnya antara 100-3000 bp untuk pengujian PCR standar, dan 75-150 bp untuk pengujian quantitative polymerase chain reaction (qPCR). Sequence yang lebih panjang biasanya membutuhkan enzim khusus dan kondisi reaksi untuk memastikan bahwa Sequence tersebut diamplifikasi secara lengkap dan spesifik.

Melting temperature (Tm) primer
Melting Temperature (Tm) primer dapat didefinisikan sebagai suhu di mana setengah dari primer dissociate dari template DNA. Biasanya antara 50-60 °C, dan Tm primer forward dan reverse harus berada dalam jarak 5°C satu sama lain . Jika kedua Tm jarak suhunya terlalu jauh, maka tidak akan menemukan suhu annealing yang memungkinkan kedua primer berikatan dengan template DNA. Primer dengan Tm di atas 65 °C memiliki kecenderungan mengalami secondary annealing. Tm juga bergantung pada panjangnya primer, penting untuk menjaga primer pada ujung yang lebih pendek. Basa juga memengaruhi Tm, G dan C menghasilkan Tm yang lebih tinggi daripada A dan T. Jika Tm primer sangat rendah, cobalah temukan urutan dengan kandungan GC lebih banyak, atau perpanjang sedikit panjang primer.

Sebagian besar tools desain primer menggunakan metode yang hampir sama untuk menghitung Tm primer. Namun, jika akan menghitung perkiraannya menggunakan rumus manual, dapat menggunakan rumus berikut ini:

Tm = 4°C x (G+C) + 2°C x (A+T)

Tm : Melting temperature
G, C, A, T : jumlah nucleobases (guanin, sitosin, adenin, timin) pada primer

Dalam rumus di atas menunjukan, ikatan GC lebih sulit untuk diputus daripada ikatan AT, karena pasangan basa GC dihubungkan oleh tiga ikatan hidrogen, sedangkan pasangan basa AT hanya dua, dan seperti yang sudah dijelaskan diatas panjang primer juga memengaruhi Tm. jika Tm terlalu rendah, berarti bahwa dapat meningkatkan konten GC dari primer (asalkan template memungkinkan untuk ini).

Rumus lain yang bersumber dari PRIMER Biosoft

Melting Temperature Tm (K)={ΔH/ ΔS + R ln(C)}, Atau Melting Temperature Tm ( °C) = {ΔH/ ΔS + R ln(C)} - 273.15

Keterangan:
ΔH (kkal/mol) : H adalah Enthalpy. Enthalpy adalah jumlah energi panas yang dimiliki oleh zat. ΔH adalah perubahan Enthalpy. Pada rumus di atas ΔH diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai Enthalpy pasangan di-nukleotida dari nearest neighbor base pair.
ΔS (kkal/mol) : S adalah jumlah ketidakteraturan yang ditunjukkan sistem disebut entropy. ΔS adalah perubahan entropy. Di sini diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai entropy pasangan di-nukleotida dari setiap nearest neighbor base pair. Koreksi garam tambahan ditambahkan karena parameter Nearest Neighbor diperoleh dari studi peleburan DNA yang dilakukan dalam buffer 1M Na+ dan ini adalah kondisi default yang digunakan untuk semua perhitungan.

ΔS (koreksi garam) = ΔS (1M NaCl )+ 0,368 x N x ln([Na+])

Keterangan:
N : jumlah pasangan nukleotida pada primer (panjang primer -1). [Na+] setara dengan garam dalam mM.

Perhitungan [Na+]:
[Na+] = Konsentrasi ion monovalen +4 x Mg2+ bebas.

Suhu annealing primer
Annealing temperature (Ta) primer adalah suhu yang diperlukan untuk langkah annealing reaksi PCR agar primer dapat berikatan dengan template DNA atau perkiraan stabilitas hibrid DNA-DNA dan penting dalam menentukan suhu annealing. Suhu theoretical annealing dapat dihitung sebagai berikut:

Ta = 0,3 x Tm (primer) + 0,7 x Tm (produk) – 14,9

Ta : annealing temperature primer
Tm (primer) : melting Temperature lebih rendah dari pasangan primer
Tm (produk) : melting Temperature produk PCR

Setelah Anda menghitung suhu theoretical annealing, suhu annealing optimal perlu ditentukan secara empiris. Untuk mencapai ini, lakukan PCR gradien, mulai beberapa derajat di bawah suhu annealing yang dihitung, dan berakhir beberapa derajat di atasnya. Setelah amplifikasi, run a gel, dan sampel yang menghasilkan pita paling jernih mengandung produk PCR dalam jumlah terbesar, menjadikan suhu annealing optimal untuk primer Anda. Biasanya, Anda akan mendapatkan nilai 5 hingga 10 °C lebih rendah dari melting Temperature primer.

Penting untuk menentukan suhu annealing yang optimal, karena primer dapat membentuk hairpins atau mengikat ke daerah di luar urutan DNA yang diinginkan jika terlalu rendah, menghasilkan produk PCR yang tidak spesifik dan tidak akurat yang disebabkan oleh tingginya jumlah ketidaksesuaian pasangan basa. Jika suhu annealing terlalu tinggi, primer tidak akan cukup berikatan dengan template DNA, dan hanya akan mendapatkan sedikit amplikon bahkan hingga nol amplikon.

GC content
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pasangan basa GC lebih kuat daripada pasangan basa AT, yang berarti bahwa kandungan GC yang lebih tinggi memastikan pengikatan yang lebih stabil antara primer dan template DNA. Kandungan GC optimal dari primer terletak antara 40 dan 60% , dan primer harus memiliki dua hingga tiga G dan C pada ujung 3' untuk mengikat lebih spesifik ke template DNA. Berhati-hatilah untuk tidak memiliki terlalu banyak basis G atau C berulang, karena hal ini dapat menyebabkan pembentukan dimer primer.

Runs and repeats
Hindari run empat atau lebih basis tunggal, seperti ACCCCC, jumlah maksimum run yang diterima adalah 4bp. Pengulangan di-nucleotide berkali-kali secara berurutan dan harus dihindari (misalnya, AATATATAT), karena dapat menyebabkan mispriming. Jumlah maksimum pengulangan di-nucleotide yang dapat diterima dalam oligo adalah 4 di-nucleotide.

Stabilitas Ujung 3'
Merupakan nilai ΔG maksimum dari lima basis dari ujung 3'. Ujung 3' yang tidak stabil (less negative ΔG) akan menghasilkan less false priming.

Cross homology
Jika sebuah primer homolog dengan template DNA sequence di luar wilayah yang diinginkan, urutan ini juga akan diamplifikasi (mengamplifikasi gen lain). Oleh karena itu, untuk meningkatkan spesifisitas primer perlu untuk menghindari daerah homologi. Lakukan uji kekhususan desain primer Anda terhadap basis data genetik; misalnya dengan 'blasting' dengan tools NCBI BLAST.

Struktur sekunder
Kehadiran struktur sekunder primer yang dihasilkan oleh interaksi antarmolekul atau intramolekul dapat menyebabkan hasil produk yang buruk. Struktur sekunder dapat mengurangi ketersediaan primer untuk reaksi PCR. Ada tiga jenis struktur sekunder atau juga disebut primer dimers yang dapat terbentuk selama pengujian PCR:

Hairpins: disebabkan oleh homologi intra-primer, ketika suatu daerah dengan tiga basa atau lebih saling melengkapi dengan daerah lain dalam primer yang sama atau ketika annealing temperature primer lebih rendah dari suhu annealing reaksi. Idealnya hairpins ujung 3' dengan ΔG -2 kkal/mol dan hairpins internal dengan ΔG -3 kkal/mol dapat ditoleransi secara umum.

ΔG: Energi Bebas Gibbs G adalah ukuran jumlah kerja yang dapat diekstraksi dari proses yang beroperasi pada tekanan konstan. Ini adalah ukuran spontanitas reaksi. Kestabilan hairpins biasanya ditunjukkan dengan nilai ΔG, energi yang dibutuhkan untuk memecah struktur sekunder. Nilai negatif yang lebih besar untuk ΔG menunjukkan hairpins yang stabil dan tidak diinginkan. Kehadiran hairpins pada ujung 3' paling mempengaruhi reaksi.

ΔG = ΔH – TΔS

Self-dimers: terbentuk ketika dua sense primers yang sama memiliki sequences komplementer, homologi antar-primer, dan annealing satu sama lain. Umumnya sejumlah besar primer digunakan dalam PCR dibandingkan dengan jumlah gen target. Ketika primer membentuk dimer antarmolekul jauh lebih mudah daripada hibridisasi ke DNA target, mereka mengurangi hasil produk. Secara optimal self dimer ujung 3' dengan ΔG sebesar -5 kkal/mol dan self dimer internal dengan ΔG sebesar -6 kkal/mol dapat ditoleransi secara umum.

Cross-dimers: terbentuk ketika forward dan reverse primer annealing satu sama lain ketika ada homologi antar-primer. Secara optimal, cross-dimers ujung 3' dengan ΔG sebesar -5 kkal/mol dan cross-dimers internal dengan ΔG sebesar -6 kkal/mol dapat ditoleransi secara umum.

Jadi hasil produk PCR akan lebih sedikit jika struktur sekunder terbentuk dan tetap stabil di atas suhu annealing reaksi, karena primer berikatan dengan dirinya sendiri atau primer lain dianggap template DNA. Inilah mengapa alat desain primer harus dapat memeriksa, dan memperingatkan tentang struktur sekunder yang stabil.

Mismatches dan degenerated positions
Mismatches atau ketidakcocokan adalah basis primer yang tidak melengkapi urutan target. Mereka dapat ditoleransi sampai batas tertentu, dan terkadang diperlukan; misalnya, saat melakukan multi-template PCR untuk memperkuat satu set sekuen target serupa dari bakteri berbeda dengan satu set primer. Degenerate primer dapat membantu jika ketidakcocokan berdampak negatif pada kinerja PCR Anda.

Degenerate primers memiliki beberapa nukleotida berbeda di beberapa posisinya. Misalnya, anggap saja A, dapat memiliki konsentrasi A dan T yang sama di posisi tertentu. Kode untuk berbagai kombinasi nukleotida yang tersedia untuk primer degenerasi adalah sebagai berikut:


IUPAC NUCLEOTIDE CODEBASE
RA or G
YC or T
SG or C
WA or T
KG or T
MA or C
BC or G or T
DA or G or T
HA or C or T
VA or C or G
NAny base

Referensi
  1. Mészáros, É., (2022, March 24). How to design primers for PCR. INTEGRA. Retrieved January 8, 2023, from https://www.integra-biosciences.com/global/en/blog/article/how-design-primers-pcr#:~:text=Primers%20%E2%80%93%20also%20called%20oligonucleotides%20or,that%20needs%20to%20be%20amplified.
  2. PCR Primer Design Guidelines. PREMIER Biosoft. (n.d.). Retrieved January 8, 2023, from https://www.premierbiosoft.com/tech_notes/PCR_Primer_Design.html.
  3. Staff, B. T. B. (2019, September 25). PCR Primer Design Tips. Thermo Fisher Scientific. Retrieved January 8, 2023, from https://www.thermofisher.com/blog/behindthebench/pcr-primer-design-tips/#:~:text=A%20good%20length%20for%20PCR,generally%20around%2018%2D30%20bases.
Posting Lama
Posting Lama