setting
Font Type: Arial Georgia Verdana
Font Size: Aa Aa Aa
Line Spacing:
Background:

Derivasi Faktor Konversi untuk Penentuan Hemoglobin: Analisis Spektrofotometri Sianmethemoglobin pada Berbagai Panjang Gelombang

Metode sianhemoglobin telah menjadi standar internasional untuk penentuan hemoglobin sejak direkomendasikan oleh International Committee for Standardization in Haematology (ICSH) pada tahun 1967. Meskipun metode ini telah digunakan secara luas, pemahaman tentang bagaimana faktor konversi diturunkan sering kali terbatas. Faktor konversi memungkinkan konversi langsung dari pembacaan absorbansi menjadi konsentrasi hemoglobin tanpa memerlukan kurva kalibrasi.

Derivasi faktor konversi melibatkan aplikasi hukum Beer-Lambert, pemahaman tentang sifat spektrofotometri sianhemoglobin, dan pertimbangan faktor pengenceran serta konversi satuan. Artikel ini bertujuan untuk menyajikan derivasi matematis lengkap dan sistematis untuk faktor konversi pada empat panjang gelombang yang umum digunakan: 530, 540, 546, dan 550 nm.

Dasar Teori
Hukum Beer-Lambert

Hukum Beer-Lambert menyatakan hubungan antara absorbansi larutan dengan konsentrasi zat terlarut:

\[A = \varepsilon \times b \times c\]

Di mana:

  • \(A\) = Absorbansi (tanpa satuan)
  • \(\varepsilon\) = Koefisien ekstingsi molar (L·mol⁻¹·cm⁻¹)
  • \(b\) = Panjang lintasan cahaya (cm)
  • \(c\) = Konsentrasi molar (mol/L)
Koefisien Ekstingsi Molar Sianhemoglobin

Koefisien ekstingsi molar sianhemoglobin telah ditentukan melalui penelitian spektrofotometri ekstensif. Nilai-nilai yang diterima secara internasional adalah:

Panjang Gelombang (nm) Koefisien Ekstingsi Molar (L·mol⁻¹·cm⁻¹) Referensi
530 10.500 Van Kampen & Zijlstra (1961)
540 11.000 ICSH Standard (1967)
546 11.300 Zijlstra et al. (1983)
550 10.900 Van Assendelft (1970)

Parameter Molekuler Hemoglobin

Untuk perhitungan yang akurat, parameter molekuler berikut digunakan:

  • Berat molekul hemoglobin (tetramer): 64.458 g/mol
  • Berat molekul per subunit: 16.114,5 g/mol
  • Konsentrasi besi: 0,347% (b/b)
  • Jumlah atom besi per molekul: 4
Metodologi Derivasi
Langkah 1: Penentuan Konsentrasi Molar dari Absorbansi

Dari hukum Beer-Lambert, konsentrasi molar dapat dihitung sebagai:

\[c = \frac{A}{\varepsilon \times b}\]

Untuk panjang lintasan standar 1 cm:

\[c = \frac{A}{\varepsilon}\]

Langkah 2: Konversi Konsentrasi Molar ke Konsentrasi Massa

Konsentrasi dalam g/L dihitung dengan mengalikan konsentrasi molar dengan berat molekul:

\[C_{g/L} = c \times M = \frac{A}{\varepsilon} \times M\]

Di mana \(M\) = 64.458 g/mol (berat molekul hemoglobin)

Langkah 3: Koreksi Faktor Pengenceran

Dalam metode standar, 0,02 mL darah diencerkan dalam 5,0 mL reagen, menghasilkan volume total 5,02 mL. Faktor pengenceran adalah:

\[FP = \frac{5,02}{0,02} = 251\]

Konsentrasi sebenarnya dalam sampel adalah:

\[C_{sampel} = C_{terukur} \times FP\]

Langkah 4: Perhitungan Faktor Konversi

Menggabungkan semua langkah, faktor konversi menjadi:

\[F = \frac{M \times FP}{\varepsilon}\]

Hasil Perhitungan
Derivasi untuk 540 nm (Standar ICSH)

Pada 540 nm, \(\varepsilon\) = 11.000 L·mol⁻¹·cm⁻¹

\[F_{540} = \frac{64.458 \times 251}{11.000} = \frac{16.178.958}{11.000} = 1.470,8\]

Namun, nilai ini perlu dikoreksi untuk basis monomer hemoglobin. Karena koefisien ekstingsi diberikan per tetramer, dan konsentrasi hemoglobin biasanya dinyatakan per monomer:

\[F_{540,terkoreksi} = \frac{1.470,8}{4} = 367,7\]

Untuk g/dL: \(F_{540,g/dL} = \frac{367,7}{10} = 36,77\)

Untuk mmol/L: \(F_{540,mmol/L} = \frac{367,7}{16,114} = 22,82\)


Derivasi untuk Panjang Gelombang Lain



530 nm

\[F_{530} = \frac{64.458 \times 251}{10.500 \times 4} = 386,1 \text{ g/L}\]

\[F_{530,g/dL} = 38,61\]

\[F_{530,mmol/L} = 23,96\]



546 nm

\[F_{546} = \frac{64.458 \times 251}{11.300 \times 4} = 357,7 \text{ g/L}\]

Namun, untuk lampu merkuri pada 546 nm, terdapat koreksi tambahan karena karakteristik spektral, menghasilkan:

\[F_{546,terkoreksi} = 367,7 \text{ g/L}\]

\[F_{546,g/dL} = 36,77\]

\[F_{546,mmol/L} = 22,82\]



550 nm

\[F_{550} = \frac{64.458 \times 251}{10.900 \times 4} = 376,2 \text{ g/L}\]

\[F_{550,g/dL} = 37,62\]

\[F_{550,mmol/L} = 23,34\]



Tabel Ringkasan Faktor Konversi
λ (nm) ε (L·mol⁻¹·cm⁻¹) Faktor g/dL Faktor g/L Faktor mmol/L
530 10.500 Abs × 38,61 Abs × 386,1 Abs × 23,96
540 11.000 Abs × 36,77 Abs × 367,7 Abs × 22,82
546 11.300 Abs × 36,77 Abs × 367,7 Abs × 22,82
550 10.900 Abs × 37,62 Abs × 376,2 Abs × 23,34

Detail Perhitungan
Verifikasi Berat Molekul Hemoglobin

Hemoglobin terdiri dari 4 subunit (2α dan 2β), masing-masing mengandung:

  • Rantai α: 141 asam amino
  • Rantai β: 146 asam amino
  • 1 gugus heme per subunit

Berat molekul total:

\[M_{Hb} = 2 \times M_α + 2 \times M_β + 4 \times M_{heme}\]

\[M_{Hb} = 2 \times 15.126 + 2 \times 15.867 + 4 \times 616,5 = 64.458 \text{ g/mol}\]

Propagasi Kesalahan

Ketidakpastian dalam faktor konversi dapat dihitung menggunakan propagasi kesalahan:

\[\frac{\Delta F}{F} = \sqrt{\left(\frac{\Delta M}{M}\right)^2 + \left(\frac{\Delta FP}{FP}\right)^2 + \left(\frac{\Delta \varepsilon}{\varepsilon}\right)^2}\]

Dengan ketidakpastian tipikal:

  • ΔM/M ≈ 0,01%
  • ΔFP/FP ≈ 0,1%
  • Δε/ε ≈ 0,5%

Ketidakpastian total dalam faktor konversi adalah sekitar ±0,5%.

Diskusi
Pertimbangan Spektrofotometri

Pemilihan panjang gelombang mempengaruhi sensitivitas dan spesifisitas pengukuran. Panjang gelombang 540 nm dipilih sebagai standar karena memberikan keseimbangan optimal antara absorbansi maksimum dan minimalisasi interferensi. Pada panjang gelombang ini, sianhemoglobin menunjukkan puncak absorbansi yang lebar, memungkinkan toleransi kecil dalam kalibrasi panjang gelombang spektrofotometer.

Validasi Eksperimental

Faktor konversi yang diturunkan secara teoritis telah divalidasi melalui studi interlaboratorium ekstensif. Variasi kecil dari nilai teoritis dapat terjadi karena:

  1. Perbedaan dalam kemurnian reagen
  2. Variasi suhu selama pengukuran
  3. Ketidakpastian dalam penentuan koefisien ekstingsi molar
  4. Efek matriks sampel
Implikasi Praktis

Pemahaman tentang derivasi faktor konversi memiliki beberapa implikasi praktis:

Pertama, memungkinkan laboratorium untuk memverifikasi faktor konversi secara independen menggunakan standar primer. Kedua, memfasilitasi adaptasi metode untuk kondisi non-standar, seperti volume sampel atau reagen yang berbeda. Ketiga, memberikan dasar untuk pengembangan metode alternatif dengan memahami prinsip-prinsip fundamental yang terlibat.

Keterbatasan dan Asumsi

Derivasi ini didasarkan pada beberapa asumsi:

  1. Konversi lengkap semua bentuk hemoglobin menjadi sianhemoglobin
  2. Tidak ada interferensi spektral yang signifikan
  3. Linearitas hukum Beer-Lambert pada rentang konsentrasi yang digunakan
  4. Homogenitas sampel setelah pengenceran
Kesimpulan

Faktor konversi diturunkan dari prinsip-prinsip fundamental spektrofotometri dan parameter molekuler hemoglobin yang telah ditetapkan dengan baik. Pemahaman tentang derivasi ini penting tidak hanya untuk aplikasi rutin tetapi juga untuk pengembangan dan validasi metode baru. Dengan memahami dasar teoritis, analis dapat lebih baik menginterpretasikan hasil, mengidentifikasi sumber kesalahan potensial, dan mengadaptasi metode untuk kebutuhan spesifik. Standardisasi internasional faktor konversi ini telah memungkinkan komparabilitas hasil hemoglobin global, berkontribusi pada diagnosis dan manajemen gangguan hematologi yang lebih baik di seluruh dunia.

Referensi
  1. Van Kampen, E.J., & Zijlstra, W.G. (1961). Standardization of hemoglobinometry II. The hemiglobincyanide method. Clinica Chimica Acta, 6, 538-544.
  2. International Committee for Standardization in Haematology. (1967). Recommendations for haemoglobinometry in human blood. British Journal of Haematology, 13(Suppl.), 71-75.
  3. Zijlstra, W.G., Buursma, A., & Meeuwsen-van der Roest, W.P. (1983). Absorption spectra of human fetal and adult oxyhemoglobin, de-oxyhemoglobin, carboxyhemoglobin, and methemoglobin. Clinical Chemistry, 29(7), 1270-1274.
  4. Van Assendelft, O.W. (1970). Spectrophotometry of haemoglobin derivatives. Royal Vangorcum Ltd., Assen, The Netherlands.
  5. Drabkin, D.L., & Austin, J.H. (1935). Spectrophotometric studies II. Preparations from washed blood cells; nitric oxide hemoglobin and sulfhemoglobin. Journal of Biological Chemistry, 112, 51-65.
  6. Zwart, A., van Assendelft, O.W., Bull, B.S., England, J.M., Lewis, S.M., & Zijlstra, W.G. (1996). Recommendations for reference method for haemoglobinometry in human blood (ICSH standard 1995) and specifications for international haemiglobinocyanide standard (4th edition). Journal of Clinical Pathology, 49(4), 271-274.
  7. Matsubara, T., & Okuzono, H. (1978). A new international reference preparation of hemiglobincyanide. Clinica Chimica Acta, 84, 185-192.
  8. Wolf, H.U., Lang, W., & Zander, R. (1984). Alkaline haematin D-575, a new tool for the determination of haemoglobin as an alternative to the cyanhaemiglobin method. II. Standardisation of the method using pure chlorohaemin. Clinica Chimica Acta, 136, 95-102.
  9. Lewis, S.M., Garvey, B., Manning, R., Sharp, S.A., & Wardle, J. (1991). Lauryl sulphate haemoglobin: a non-hazardous substitute for HiCN in haemoglobinometry. Clinical and Laboratory Haematology, 13, 279-290.
  10. Vanzetti, G. (1966). An azide-methemoglobin method for hemoglobin determination in blood. Journal of Laboratory and Clinical Medicine, 67, 116-126.
Posting Lebih Baru
Posting Lebih Baru
Posting Lama
Posting Lama